Pidato Presiden SBY dan Eksekusi Mati Ruyati


VIVAnews -Eksekusi mati tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi, Ruyati tidak diketahui pemerintah Indonesia.  
Eksekusi dilakukan sepekan setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di acara ILO, organisasi PBB yang menangani perburuhan di Jenewa, Swiss, yang berbicara mengenai perlindungan terhadap para buruh migran.
Pidato orang nomor satu di Indonesia itu dinilai seperti pepesan kosong. "Pidato itu bohong, pepesan kosong, tidak ada realisasinya pada TKI kita," kata Staf Advokasi Migrant Care, Nining Johar saat dihubungi Vivanews, Minggu 19 Juni 2011.

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar juga mengakui, pemerintah merasa kecolongan karena tidak ada pemberitahuan resmi dari pemerintah Arab Saudi terkait eksekusi Ruyati.

Menteri asal Partai Amanat Nasional ini mengaku, pihaknya hanya diberi tahu Kedubes Arab Saudi di Jakarta bahwa eksekusi terhadap Ruyati telah dilaksanakan. "Tidak ada pemberitahuan tertulis," imbuhnya.

Dalam pidato saat sesi ke-100 Konferensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jenewa, Selasa lalu, Presiden SBY tak hanya menyinggung tentang perlindungan terhadap para buruh migran yang bekerja di sektor domestik atau rumah tangga.

Ia juga mendukung `ILO Convention on Decent Work for Domestic Workers` yang diyakini akan diadopsi dalam sesi konferensi buruh sedunia.

Presiden Yudhoyono menjelaskan, tema tentang buruh migran adalah tema yang sangat penting. Menurutnya, ada sekitar 150 juta buruh migran yang terdata di seluruh dunia. Mereka berperan penting dalam era keadilan sosial saat ini.

Bahkan Presiden optimistis, konvensi ILO bisa menyediakan panduan bagi negara penampung untuk melindungi para buruh migran yang bekerja di sektor domestik.

Nining menambahkan, pemerintah bukan hanya melakukan keteledoran dalam menegakkan diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Bahkan kasus-kasus seperti yang membelit Ruyati, katanya, acapkali diabaikan. Tak ada pendampingan, dan tidak ada pengacara yang membantu korban. Bahkan, hingga dieksekusi pun, Ruyati tak mendapatkan hak perlindungan dari pemerintah Indonesia.

“Kita (Migrant Care) punya sistem sendiri untuk melakukan pendampingan pada keluarga. Kalau perlu kita datangkan keluarga kehadapan SBY. Kita akan dampingi keluarga ketemu SBY, kita akan tuntut hak-hak untuk keluarga,” tegasnya.

Ruyati binti Satubi (54), sepertinya bukan tenaga kerja asal Indonesia yang terakhir dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi. Masih ada 26 orang tenaga kerja migrant Indonesia terancam bernasib sama seperti Ruyati. Dipancung.
Juru Bicara Presiden menegaskan bahwa mengaitkan hukuman mati dan pidato presiden di ILO itu kurang tepat. Julian menegaskan bahwa Presiden SBY sudah memanggil Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah kembali ke Jakarta. Gatot akan dimintai penjelasan soal hukuman mati itu.




Artikel Terkait: