Dewan Perwakilan Rakyat kembali membuat heboh. Jika sebelumnya soal proyek gedung Rp1 triliun, dan studi banding ke luar negeri senilai miliaran rupiah, kali ini Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) melansir, setiap anggota Dewan terhormat ini mendapat jatah pulsa Rp14 juta per bulan, dan Rp168 juta untuk jatah tahunan.
Dengan begitu, setiap anggota DPR mendapat uang pulsa sebesar Rp270 juta per tahun. Jika ditotal untuk 560 Anggota DPR, anggaran mencapai Rp151 miliar.
FITRA juga mencatat, anggaran reses naik sebesar 7 persen pada tahun 2011. Anggaran reses pada tahun 2010 adalah sebesar Rp230 miliar, artinya tahun ini menjadi Rp248 miliar.
Anggaran Penyerapan aspirasi atau reses setiap anggota DPR pada 2010 sebesar Rp411 juta per tahun. Sedangkan pada 2011, anggaran reses setiap anggota DPR sebesar Rp442 juta per tahun. Dana itu antara lain untuk biaya setiap anggota Dewan bertemu konstituen pada 2010 sebesar Rp309 juta pertahun untuk 5 kali reses. Anggaran komunikasi atau isi pulsa HP pribadi anggota DPR sebesar Rp102 juta pertahun untuk 5 kali reses.
Ongkos itu naik untuk 2011. Pada tahun ini, anggaran untuk satu orang DPR bertemu konstituen pada 2011 sebesar Rp340 juta pertahun untuk 5 kali reses. Dana komunikasi atau isi pulsa HP pribadi anggota DPR sebesar Rp102 juta per tahun untuk 5 kali reses.
FITRA juga menuding adanya anggaran ganda (double). Misalnya, lembaga itu mencatat, tiap kali reses ada dana isi pulsa pribadi anggota DPR dari alokasi anggaran reses adalah Rp. 20 juta. Selain itu anggota DPR juga mendapat uang isi pulsa setiap bulan Rp. 14 juta untuk satu orang anggota Dewan. Artinya, ada dana alokasi isi pulsa tiap anggota DPR sebesar Rp.168 juta per tahun.
Tapi data FITRA ini dibantah tegas oleh Wakil Ketua DPR Anis Matta. Menurutnya, angka itu salah. "Tidak segitu," kata Anis Matta di DPR, Rabu, 11 Mei 2011.
Anis mengaku tidak tahu kalau ada tunjangan pulsa. Menurutnya, yang ada tunjungan komunikasi. "Tapi komunikasi politik. Tidak spesifik, pulsa," katanya.
Bayar sendiri
Para anggota Dewan juga kebingungan dengan data itu. Politikus Demokrat Ruhut Sitompul misalnya, mengaku dia membayar sendiri pulsanya. "Kalau sudah LSM yang ngomong, aku hanya tertawa termehek-mehek," kata Ruhut. "Dari mana dia tahu itu semua?"
Ruhut mengaku, tak ada anggaran pulsa yang masuk ke rekeningnya setiap bulan. "Manalah kita tahu yang begitu. Aku selalu bayar sendiri (pulsa)," katanya.
Setiap bulan Ruhut menghabiskan uang rata-rata Rp1 juta untuk biaya komunikasinya. "Tak tentu, kadang di atas sejuta rupiah, kadang tak sampai sejuta rupiah," katanya.
TB Hasanuddin, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, juga membantah ada 'uang pulsa' di slip gaji atau tunjangan. "Saya malah mau tanya, infonya dari mana? Kalau memang ada, mbok saya terima kasih dan terus kapan cairnya?" kata Hasanuddin berseloroh.
Rekan separtainya, Ganjar Pranowo, juga mempertanyakan data itu. "Saya tidak tahu itu (dana) pulsa. Mungkin itu tunjangan ke konstituen kali ya," ujarnya.
VIVAnews sendiri mencoba mendapatkan slip gaji seorang anggota DPR. Seorang staf ahli kemudian memperlihatkan slip gaji anggota DPR yang dia bantu.
Pada lembaran itu, tertera jumlah gaji sebesar Rp16.235.500 yang disebut 'gaji kehormatan dan paket'. Kemudian 'gaji dan paket' ini dipotong Rp10 juta untuk iuran fraksi dan Rp25 ribu untuk iuran persatuan istri anggota. Jumlah bersih diterima dari Sekjen per bulan yang dibayarkan melalui Bank Mandiri Cabang DPR sebesar Rp6.210.500.
Kemudian, ada tunjangan lain seperti listrik dan telepon setiap bulan Rp5,5 juta. Kemudian tunjangan penyerapan aspirasi masyarakat Rp7,225 juta. Jika ditotal, minimal penerimaan dikantongi per bulan sebesar Rp19 juta.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPR Nining Indra Saleh pada Rabu siang berjanji akan berbicara mengenai pulsa ini. Tapi setelah menunggu sejam, Nining mengutus Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR Winantuning Tyastiti untuk bertemu wartawan.
Tapi rupanya Winantuning hanya diberi tugas menjelaskan soal anggaran pengelolaan sistem informasi DPR yang mencapai Rp10 miliar per tahun. "Soal pulsa, saya tidak dipesankan tadi oleh Bu Sekjen," kata Winantuning. Sementara soal kunjungan kerja, Winantuning menyebut soal itu lebih relevan ditanyakan ke Deputi Administrasi Sekretariat Jenderal DPR.(np)
Dengan begitu, setiap anggota DPR mendapat uang pulsa sebesar Rp270 juta per tahun. Jika ditotal untuk 560 Anggota DPR, anggaran mencapai Rp151 miliar.
FITRA juga mencatat, anggaran reses naik sebesar 7 persen pada tahun 2011. Anggaran reses pada tahun 2010 adalah sebesar Rp230 miliar, artinya tahun ini menjadi Rp248 miliar.
Anggaran Penyerapan aspirasi atau reses setiap anggota DPR pada 2010 sebesar Rp411 juta per tahun. Sedangkan pada 2011, anggaran reses setiap anggota DPR sebesar Rp442 juta per tahun. Dana itu antara lain untuk biaya setiap anggota Dewan bertemu konstituen pada 2010 sebesar Rp309 juta pertahun untuk 5 kali reses. Anggaran komunikasi atau isi pulsa HP pribadi anggota DPR sebesar Rp102 juta pertahun untuk 5 kali reses.
Ongkos itu naik untuk 2011. Pada tahun ini, anggaran untuk satu orang DPR bertemu konstituen pada 2011 sebesar Rp340 juta pertahun untuk 5 kali reses. Dana komunikasi atau isi pulsa HP pribadi anggota DPR sebesar Rp102 juta per tahun untuk 5 kali reses.
FITRA juga menuding adanya anggaran ganda (double). Misalnya, lembaga itu mencatat, tiap kali reses ada dana isi pulsa pribadi anggota DPR dari alokasi anggaran reses adalah Rp. 20 juta. Selain itu anggota DPR juga mendapat uang isi pulsa setiap bulan Rp. 14 juta untuk satu orang anggota Dewan. Artinya, ada dana alokasi isi pulsa tiap anggota DPR sebesar Rp.168 juta per tahun.
Tapi data FITRA ini dibantah tegas oleh Wakil Ketua DPR Anis Matta. Menurutnya, angka itu salah. "Tidak segitu," kata Anis Matta di DPR, Rabu, 11 Mei 2011.
Anis mengaku tidak tahu kalau ada tunjangan pulsa. Menurutnya, yang ada tunjungan komunikasi. "Tapi komunikasi politik. Tidak spesifik, pulsa," katanya.
Bayar sendiri
Para anggota Dewan juga kebingungan dengan data itu. Politikus Demokrat Ruhut Sitompul misalnya, mengaku dia membayar sendiri pulsanya. "Kalau sudah LSM yang ngomong, aku hanya tertawa termehek-mehek," kata Ruhut. "Dari mana dia tahu itu semua?"
Ruhut mengaku, tak ada anggaran pulsa yang masuk ke rekeningnya setiap bulan. "Manalah kita tahu yang begitu. Aku selalu bayar sendiri (pulsa)," katanya.
Setiap bulan Ruhut menghabiskan uang rata-rata Rp1 juta untuk biaya komunikasinya. "Tak tentu, kadang di atas sejuta rupiah, kadang tak sampai sejuta rupiah," katanya.
TB Hasanuddin, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, juga membantah ada 'uang pulsa' di slip gaji atau tunjangan. "Saya malah mau tanya, infonya dari mana? Kalau memang ada, mbok saya terima kasih dan terus kapan cairnya?" kata Hasanuddin berseloroh.
Rekan separtainya, Ganjar Pranowo, juga mempertanyakan data itu. "Saya tidak tahu itu (dana) pulsa. Mungkin itu tunjangan ke konstituen kali ya," ujarnya.
VIVAnews sendiri mencoba mendapatkan slip gaji seorang anggota DPR. Seorang staf ahli kemudian memperlihatkan slip gaji anggota DPR yang dia bantu.
Pada lembaran itu, tertera jumlah gaji sebesar Rp16.235.500 yang disebut 'gaji kehormatan dan paket'. Kemudian 'gaji dan paket' ini dipotong Rp10 juta untuk iuran fraksi dan Rp25 ribu untuk iuran persatuan istri anggota. Jumlah bersih diterima dari Sekjen per bulan yang dibayarkan melalui Bank Mandiri Cabang DPR sebesar Rp6.210.500.
Kemudian, ada tunjangan lain seperti listrik dan telepon setiap bulan Rp5,5 juta. Kemudian tunjangan penyerapan aspirasi masyarakat Rp7,225 juta. Jika ditotal, minimal penerimaan dikantongi per bulan sebesar Rp19 juta.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPR Nining Indra Saleh pada Rabu siang berjanji akan berbicara mengenai pulsa ini. Tapi setelah menunggu sejam, Nining mengutus Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR Winantuning Tyastiti untuk bertemu wartawan.
Tapi rupanya Winantuning hanya diberi tugas menjelaskan soal anggaran pengelolaan sistem informasi DPR yang mencapai Rp10 miliar per tahun. "Soal pulsa, saya tidak dipesankan tadi oleh Bu Sekjen," kata Winantuning. Sementara soal kunjungan kerja, Winantuning menyebut soal itu lebih relevan ditanyakan ke Deputi Administrasi Sekretariat Jenderal DPR.(np)
Artikel Terkait: